Jumat, 19 Juni 2009

eet syahrani

1 komentar

Sejarah Karir

Eet Sjahranie selalu dihubungkan dengan kepiawaiannya memetik dawai gitar. Setelah Ian Antono, Eet disebut-sebut sebagai jawara gitar di tanah air. Imej itu memang layak disandangnya. Terlebih ia kini menjadi salah satu gitaris grup rock Indonesia yang cukup disegani, EdanE. Dilahirkan di Bandung, 3 Februari 1962 dengan nama Zahedi Riza Sjahranie, anak ketujuh dari kedepan bersaudara ini mulai menyenangi musik saat menginjak usia 5 atau 6 tahun. Maklum kakak-kakanya sering memutar lagu-lagu barat, seperti Deep Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The Beatles, hingga BeeGees.

Kendati diakuinya hal itu sedikit banyak mempengaruhi kepekaan rasanya dalam bermusik, bukan gara-gara itu yang menggugah hatinya belajar gitar. "Justru yang membuat saya mendalami musik karena melihat Koes Plus. Asyik banget melihat aksi panggung Yok atau Yon Koeswoyo," ujar Eet mengenang. Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang jadi yang juru parkir di depan sekolahnya di Samarinda Kalimantan Timur, tempat keluarganya bermukim saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu mengajak sohib-sohibnya belajar gitar bersama. Sejak itu "secara alamiah saya belajar sendiri," tuturnya. Mulai dari lagu daerah, folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang sedang populer saat itu ia coba untuk mencari akord-akordnya.

Di masa kecil, sesekali Eet sering diajak ayahnya, A Wahab Sjahranie yang pernah jadi Gubernur Kalimantan Timur 1967-1977, ke Jakarta, sekalian mengunjungi kakaknya yang sedang studi di Ibukota. Sang kakak kebetulan mahir bermain gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk mencuri ilmunya. "Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik," katanya Sekembalinya, Eet menunjukan kebolehannya di hadapan teman-temannya. Merasa mendapat perhatian lebih dari kawan-kawannya, Eet kian percaya diri untuk lebih mendalami teknik permainan gitar. Lagu-lagu yang rhythm dan petikan melodinya enggak gampang, ia jelajahi. Keinginannya pun semakin menggebu ketika orangtuanya membelikan gitar elektrik. Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik, dengan gitar elektrik ia mulai tahu sound-sound aneh. Refrensi musiknya sedikit demi sedikit mulai bertambah. "Orientasi saya tidak lagi dengar lagu-lagu Indonesia, tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik," tutur Eet.

Pada 1978, keluarga Sjahranie boyong ke Jakarta. Ia melanjutkan sekolah di Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman sekolahnya yang suka ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA se-Jakarta. Tak disangka, Eet mendapat gelar gitaris terbaik, sedang Cikini's Band menduduki peringkat kedua. Selain itu, Eet ikut membantu pengisi musik untuk operet sekolahnya. Di situ ia bertemu Iwan Madjid, yang lalu mengenalkannya dengan Fariz RM dan Darwin. Temu punya temu, mereka sepakat membentuk grup band, namanya WOW. "Tapi belum terealisir saya sudah kadung pergi ke Amerika," ujar Eet. (WOW sendiri sempat mengeluarkan album, minus Eet). Di negeri Paman Sam, Eet mengambil Workshop Recording Sound Engineering di Chillicote, Ohio selama tiga bulan. Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga sedang studi musik, antara lain kawan lamanya Fariz RM dan Iwan Madjid, serta Ekie Soekarno. Pertemanan mereka berlanjut sampai di tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet kerap diajak rekaman. Saat Fariz RM menggagas proyek album Barcelona, Eet mengisi sound gitarnya. Atau waktu Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan Kharisma II. Saat menggarap album Ekie, Eet bertemu Jockey Suryaproyogo, yang lalu mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono. Tak hanya sebagai player, Eet juga ditawari produser rekaman untuk menggarap beberapa proyek album solo rock. Dari beberapa nama yang diajukan, Eet memilih Ecky Lamoh. Alasannya, ia sudah tertarik dengan warna vokal Ecky sejak sama-sama mengisi album Kharisma-nya Eki Soerkarno. Tapi, Eet ingin format solo album dirubah menjadi duo. Titelnya "E dan E", singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan, kedua musisi ini malah membentuk grup band. Fajar S. (drum) dan Iwan Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang konsep album mereka, diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EdanE.

Bersama EdanE, Eet mencurahkan kemampuannya dalam bermain gitar. Impiannya menjadikan grup rock, yang paling tidak secara musical sama kualitasnya dengan grup-grup rock dari luar, berusaha ia wujudkan. Hasilnya, semua orang mengakui Eet terbilang berhasil mempresentasikan musik rock yang bermutu. Sayatan-sayatan gitar yang bertehnik serta eksperimen distorsi sound-nya yang njelimet, banyak membuat orang berdecak. Maka, tidak terlalu berlebihan jika ia dijuluki salah satu kampiun gitar rock di Indonesia.

Bersama EdanE, Eet telah banyak memiliki penggemar karena cara dia memainkan gitar sungguh tak dapat dipandang sebelah mata. Dalam debutnya bersama EdanE, Eet telah mengeluarkan 6 album.

Sejarah Karir

Eet Sjahranie selalu dihubungkan dengan kepiawaiannya memetik dawai gitar. Setelah Ian Antono, Eet disebut-sebut sebagai jawara gitar di tanah air. Imej itu memang layak disandangnya. Terlebih ia kini menjadi salah satu gitaris grup rock Indonesia yang cukup disegani, EdanE. Dilahirkan di Bandung, 3 Februari 1962 dengan nama Zahedi Riza Sjahranie, anak ketujuh dari kedepan bersaudara ini mulai menyenangi musik saat menginjak usia 5 atau 6 tahun. Maklum kakak-kakanya sering memutar lagu-lagu barat, seperti Deep Purple, Jimi Hendrix, Led Zeppelin, The Beatles, hingga BeeGees.

Kendati diakuinya hal itu sedikit banyak mempengaruhi kepekaan rasanya dalam bermusik, bukan gara-gara itu yang menggugah hatinya belajar gitar. "Justru yang membuat saya mendalami musik karena melihat Koes Plus. Asyik banget melihat aksi panggung Yok atau Yon Koeswoyo," ujar Eet mengenang. Awalnya ia belajar gitar dengan seorang anak yang jadi yang juru parkir di depan sekolahnya di Samarinda Kalimantan Timur, tempat keluarganya bermukim saat itu. Sehabis pulang sekolah, ia selalu mengajak sohib-sohibnya belajar gitar bersama. Sejak itu "secara alamiah saya belajar sendiri," tuturnya. Mulai dari lagu daerah, folksong, dangdut sampai lagu-lagu pop yang sedang populer saat itu ia coba untuk mencari akord-akordnya.

Di masa kecil, sesekali Eet sering diajak ayahnya, A Wahab Sjahranie yang pernah jadi Gubernur Kalimantan Timur 1967-1977, ke Jakarta, sekalian mengunjungi kakaknya yang sedang studi di Ibukota. Sang kakak kebetulan mahir bermain gitar klasik. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eet untuk mencuri ilmunya. "Lumayan ia mengajarkan satu lagu klasik," katanya Sekembalinya, Eet menunjukan kebolehannya di hadapan teman-temannya. Merasa mendapat perhatian lebih dari kawan-kawannya, Eet kian percaya diri untuk lebih mendalami teknik permainan gitar. Lagu-lagu yang rhythm dan petikan melodinya enggak gampang, ia jelajahi. Keinginannya pun semakin menggebu ketika orangtuanya membelikan gitar elektrik. Berbeda yang ia alami saat memetik gitar akustik, dengan gitar elektrik ia mulai tahu sound-sound aneh. Refrensi musiknya sedikit demi sedikit mulai bertambah. "Orientasi saya tidak lagi dengar lagu-lagu Indonesia, tapi lagu-lagu barat. Kayaknya lebih asyik," tutur Eet.

Pada 1978, keluarga Sjahranie boyong ke Jakarta. Ia melanjutkan sekolah di Perguruan Cikini. Tahu Eet jago main gitar, teman-teman sekolahnya yang suka ngeband mengajaknya ikut Festival Band SLTA se-Jakarta. Tak disangka, Eet mendapat gelar gitaris terbaik, sedang Cikini's Band menduduki peringkat kedua. Selain itu, Eet ikut membantu pengisi musik untuk operet sekolahnya. Di situ ia bertemu Iwan Madjid, yang lalu mengenalkannya dengan Fariz RM dan Darwin. Temu punya temu, mereka sepakat membentuk grup band, namanya WOW. "Tapi belum terealisir saya sudah kadung pergi ke Amerika," ujar Eet. (WOW sendiri sempat mengeluarkan album, minus Eet). Di negeri Paman Sam, Eet mengambil Workshop Recording Sound Engineering di Chillicote, Ohio selama tiga bulan. Selama di sana, ia banyak bertemu musisi Indonesia, yang juga sedang studi musik, antara lain kawan lamanya Fariz RM dan Iwan Madjid, serta Ekie Soekarno. Pertemanan mereka berlanjut sampai di tanah air. Dalam beberapa kesempatan, Eet kerap diajak rekaman. Saat Fariz RM menggagas proyek album Barcelona, Eet mengisi sound gitarnya. Atau waktu Ekie Soekarno membuat album Kharisma I dan Kharisma II. Saat menggarap album Ekie, Eet bertemu Jockey Suryaproyogo, yang lalu mengajaknya masuk God Bless, menggantikan posisi Ian Antono. Tak hanya sebagai player, Eet juga ditawari produser rekaman untuk menggarap beberapa proyek album solo rock. Dari beberapa nama yang diajukan, Eet memilih Ecky Lamoh. Alasannya, ia sudah tertarik dengan warna vokal Ecky sejak sama-sama mengisi album Kharisma-nya Eki Soerkarno. Tapi, Eet ingin format solo album dirubah menjadi duo. Titelnya "E dan E", singkatan dari Ecky Lamoh dan Eet Sjahranie. Namun, ditengah jalan, kedua musisi ini malah membentuk grup band. Fajar S. (drum) dan Iwan Xaverius (bas) yang sejak awal ikut merancang konsep album mereka, diajak bergabung. Jadilah namanya berubah menjadi EdanE.

Bersama EdanE, Eet mencurahkan kemampuannya dalam bermain gitar. Impiannya menjadikan grup rock, yang paling tidak secara musical sama kualitasnya dengan grup-grup rock dari luar, berusaha ia wujudkan. Hasilnya, semua orang mengakui Eet terbilang berhasil mempresentasikan musik rock yang bermutu. Sayatan-sayatan gitar yang bertehnik serta eksperimen distorsi sound-nya yang njelimet, banyak membuat orang berdecak. Maka, tidak terlalu berlebihan jika ia dijuluki salah satu kampiun gitar rock di Indonesia.

Bersama EdanE, Eet telah banyak memiliki penggemar karena cara dia memainkan gitar sungguh tak dapat dipandang sebelah mata. Dalam debutnya bersama EdanE, Eet telah mengeluarkan 6 album.

Kamis, 18 Juni 2009

kla project

0 komentar

Legenda ...

Berawal pada tahun 1988, di daerah Tebet- Jakarta Selatan, sekelompok anak muda ini mengawali eksistensi di blantika musik Indonesia. mereka adalah Katon, Lilo, Adi dan Ari. Lebih dari satu Dekade mereka berkreasi dalam menciptakan lirik dan melodi yang telah melahirkan nuansa baru dalam peta musik pop Indonesia. KLa Project lebih dikenal dengan sebuah grup musik inovatif yang tak lepas dari suguhan lirik dan untaian kata-kata puitis yang sarat dengan makna. Warna musik KLa Project yang dituangkan dalam sebuah lagu selalu memiliki hidangan kuat untuk lebih dicerna. Kekuatan lirik lagu-lagu KLa memang tidak terasa dengan sekali teguk. Akan terasa kuat apabila kita mendengar karya mereka berulang-ulang.

Nama dan Logo KLa - huruf 'K', 'L' ditulis dengan huruf kapital dan 'a' dengan huruf kecil, mengandung arti inisial panggilan dari anggota personil grup ini. K = Katon (Katon Bagaskara), L = Lilo (Romulo Radjadin), dan a = Adi (Adi Adrian). Pada 'a' dengan huruf yang kecil karena dalam sejarah Ari Burhani (Ari) pernah bergabung dalam grup ini. PROJECT sendiri mempunyai arti bahwa grup ini terbuka untuk vokalis, musisi lain dan programmer yang mendukung garapan KLa Project sendiri. Secara keseluruhan Logo KLa PROJECT dilatari dengan trapesium.

Sampai saat ini mereka hanya bertiga yang masih bermain musik. Dalam konser mereka banyak dukungan baik dari musisi dalam dan musisi luar negeri. Lagu dan Album - Lagu yang dibawakan oleh kelompok musik KLa Project ini bertemakan tentang cinta, lingkungan sekitar, dan kecintaan terhadap tanah air. Bisa dilihat dalam lagunya yang berjudul, Yogyakarta, Tak Bisa ke Lain Hati, Pasir Putih dan Hingga memutih tulang. Bila kita jeli, pemilihan judul untuk setiap lagu pun selalu mereka prioritaskan. Sehingga tak heran apabila kata-kata yang mereka ungkapkan terasa lebih dekat dan tidak jarang malah menambah khasanah perbendaharaan bahasa Indonesia. KLa telah berhasil memasukkan unsur sastra ke dalam musik pop Indonesia. Begitu pula dalam bermusik, sering kali telinga kita dikenalkan dengan alunan nada dan irama yang mewakilkan simbol suasana hati.

Lengkaplah sudah paduan musik yang mereka lantunkan. Sampai saat ini sudah di rilis 8 album yang berjudul:

KLa Project (1989), ini adalah album pertama mereka. "Tentang kita", lagu yang pernah hits yang dirilis pada tahun 1988 bercerita tentang hubungan seorang pria dan wanita. Dalam garapannya mereka dibantu oleh Fransisca Insani (Sisca) sebagai vokalis wanita. Penampilan terakhir mereka secara bersama pada saat acara 1 Jam Bersama KLa Project di Indosiar, tgl. 23 Februari 1999, Yang di siarkan secara 'Live' dari studio Indosiar. Mereka seakan bernostalgi kembali dalam alunan irama yang mereka bawakan, Tentang Kita ....

KLa "Kedua" Project (1990). Album yang mendapatkan penghargaan BASF Award pada tahun 1991 untuk Album Terlaris dalam kategori "Techno Pop". Lagu hitsnya adalah "Yogyakarta", adalah sebuah nama kota di Jawa Tengah) bertemakan kenangan seseorang yang terbawa suasana romantisme kota Yogyakarta . Bunyian intro drum secara ilustratif yang dibawakan sebagai lukisan derap sebuah andong, kendaraan khas kota Yogyakarta. Dan lagu ini merupakan lagu monumental yang pernah mereka buat. Dan Mendapat penghargaan dari SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO X untuk karya cipta lagu "YOGYAKARTA"

Pasir Putih (1991). Dengan lagu hits, "Tak Bisa ke Lain Hati" yang mendapatkan penghargaan sebagai lagu paling popular untuk kategori Pop Kontemporer. Dan disinilah kita dapat mengenal KLa Project lebih akrab dan peduli dengan lingkungan sekitar, Pantai Pasir Putih. Dan nama ini dijadikan judul dari Album mereka kali ini.

Ungu (1994) adalah album pertama tanpa Ari. Dengan lagu hits "Terpurukku di sini". keunikan mereka dalam bermusik terlihat lebih matang dalam lagu ini. Kemurungan dalam lagu ini tersamar oleh intro yang dibawakan oleh David Rockefeller dengan alat musik muted horn. Lengkingan terompet yang berakhir nada tinggi sebagai simbol sebuah jeritan dan tangisan hati, ditata sebagai antiklimaks yang kemudian diisi suara vokal dengan nada rendah.

V (1995) adalah album kelima dengan lagu hits "Romansa". KLaKustik - Ini adalah satu sejarah dalam dunia musik Indonesia karena sangat jarang ada sebuah grup musik yang merekam secara langsung seperti yang di lakukan KLa Project. Acara ini berlangsung pada 11 Maret 1996 di Gedung Kesenian Jakarta . Bintang Tamu yang mewarnai Budhy Haryono-drummer, Danny Supit-gitar bass, Edi Kemput-gitaris, Adjierao-perkusi, Hendri Lamiri-Violin, Neta, Vivi Subono, Joko Bakti, Andre Manika dan Fransisca Insani-vokal latar. Sebulan kemudian pertunjukan mereka di hadirkan ke Televisi dan sekitar tujuh bulan kemudian mereka merilis album kasetnya.

KLakustik # 1 (1996) adalah album keenam yang direkam secara live di Gedung Kesenian Jakarta, 11 Maret 1996, yang membawakan hampir semua lagu yang pernah mereka buat hanya saja garapan kali ini dengan sentuhan musik unplugged. Adapun lagu baru yang mereka bawakan adalah "Gerimis" dan "Salamku Sahabat".

KLakustik # 2 (1996) merupakan kelanjutan album KLakustik pertama pertama.

Sintesa (1998), adalah album ke-7 yang menjadi barometer musik di Indonesia. Banyak penggemar yang menanyakan aliran musik pop KLa yang sedikit berubah dari biasanya setelah mereka mengandalkan "Sudi Turun ke Bumi" sebagai lagu andalan. Tapi KLanis terobati dengan diluncurkan hit kedua "Saujana" dalam peta musik Indonesia. Saujana berarti visi, yang mengambil tema kondisi negara Indonesia, agar terus mempunyai pandangan jauh ke depan.

KLaSIK (1999) Album ke-8. Dalam Proses album kali ini, mereka lebih terbuka dan kompromi dalam meramu Album untuk disuguhkan ke khalayak pendengar (KLanis). Terlihat dari awal proses pembuatan lagu, lirik dan konsep yang mereka jaga sebagai kunci meledaknya Album ini. Detik-detik yang ditunggu KLanis dan bakal penggemar baru adalah sebuah bukti bahwa karya KLa Project bukan hal yang biasa.

 

Music Adventure Copyright © 2010 desaign nak bangsa Template by alam's Blogger Template